banner 728x250

Diskusi Kebangsaan Journalist Club Depok Bahas Persinggungan Islam dan Sosialisme

banner 120x600
banner 468x60

PN. DEPOK l — Journalist Club (JC) Kota Depok menggelar diskusi kebangsaan bertajuk “Islam dan Sosialisme dalam Pemikiran HOS Tjokroaminoto” pada Rabu (10/12/2025). Acara tersebut menghadirkan pemikir sekaligus aktivis Putra Gara sebagai pembicara, dengan Ketua JC Kota Depok, Tora Kundera, membuka jalannya diskusi.

Dalam sambutannya, Tora Kundera menjelaskan bahwa tema ini dipilih untuk menggali kembali pemikiran HOS Tjokroaminoto mengenai keadilan sosial dan relevansinya dengan kondisi kebangsaan saat ini. Menurutnya, terdapat sejumlah nilai sosialisme yang selaras dengan ajaran Islam, terutama terkait perjuangan melawan eksploitasi dan kesenjangan.

banner 325x300

“Sosialisme memiliki semangat yang sama dengan Islam dalam menentang eksploitasi manusia atas manusia serta dominasi pemilik modal. Ini yang kami bahas dalam ruang diskusi,” ujar Tora.

Sebagai pembicara, Putra Gara mengupas sejumlah konsep dalam Islam yang memiliki semangat kolektivitas serupa sosialisme, seperti ukhuwah, ta’awun (tolong-menolong), dan maslahah (kepentingan bersama). Ia menyebut bahwa HOS Tjokroaminoto melihat Islam sebagai sistem kehidupan yang menekankan kesejahteraan kolektif dan keadilan sosial.

Putra Gara (tengah) saat diskusi yang diselenggarakan oleh JC Kota Depok.

“Islam memandang masyarakat sebagai satu tubuh. Kesejahteraan harus diperjuangkan bersama, dan itu tercermin dalam pemikiran Tjokroaminoto,” jelas Gara.

Namun begitu, Gara menegaskan bahwa meski terdapat titik persinggungan, secara ideologis Islam dan sosialisme tidak dapat disatukan secara penuh. Islam berlandaskan wahyu dan menempatkan Tuhan sebagai pusat moral dan hukum, sedangkan sosialisme — terutama yang berakar pada Marxian — bertumpu pada materialisme historis yang menafikan peran agama.

“Perbedaan basis filosofis inilah yang membuat sebagian tokoh Muslim menolak penyatuan keduanya secara total,” kata Gara lagi.

Dalam paparannya, Gara yang di kenal juga sebagai Seniman dan budayawan ini menguraikan beberapa perbedaan mendasar:

1. Kepemilikan Pribadi
Islam mengakui kepemilikan pribadi selama tidak zalim dan tetap memperhatikan hak sosial.
Sosialisme radikal cenderung menolak kepemilikan pribadi atas alat produksi.

2. Pendekatan Ekonomi
Sistem ekonomi Islam bersifat hibrida: ada pasar, ada intervensi negara untuk keadilan.
Sosialisme menghendaki kontrol negara atau komunitas yang lebih dominan.

3. Filosofi Dasar
Islam bersumber pada wahyu; sosialisme Marxian pada materialisme

Diskusi yang dihadiri oleh insan pers, politisi, dan juga aktivis ini  menyinggung para pemikir global yang mencoba menjembatani nilai Islam dan sosialisme, seperti Ali Syariati, Muhammad Iqbal, hingga tokoh-tokoh Timur Tengah dalam gerakan Ba’athisme dan Nasserisme. Di Indonesia, HOS Tjokroaminoto melalui Serikat Islam (SI) merupakan salah satu tokoh yang menegaskan bahwa nilai keadilan sosial sudah inheren dalam ajaran Islam bahkan sebelum sosialisme Barat lahir.

Putra Gara turut menyoroti dinamika ideologis pada masa pergerakan nasional. Ia menjelaskan bahwa sebelum Indonesia merdeka, pemikiran Tjokroaminoto tentang keadilan sosial yang berbasis Islam sempat diwarnai pengaruh kelompok sosialis dan bahkan komunis yang mencoba melebarkan pengaruh ke ruang kebijakan organisasi maupun negara.

Pemberian Piagam dari JCI Depok, kepada pemateri Putra Gara.

Pasca Tragedi 1926 serta dinamika politik pra-1945, gagasan-gagasan tersebut kian kompleks hingga akhirnya Bung Karno berupaya menemukan jalan tengah melalui konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme). Namun ketegangan ideologis tetap berlangsung hingga peristiwa 1965 yang berujung pelarangan komunisme di Indonesia.

Menurut Gara, setelah fase itu, nilai keadilan sosial dalam Islam justru meredup dalam percaturan politik praktis dan lebih banyak digantikan oleh narasi nasionalisme demi menjaga keutuhan negara.

“Karena itu, kita perlu kembali membedah pemikiran Islam Sosialis ala Tjokroaminoto agar tidak hilang dalam pusaran kepentingan politik kekuasaan,” ujarnya.

Diskusi menyimpulkan bahwa Islam dan sosialisme dapat saling melengkapi bila sosialisme dipahami sebagai gerakan untuk menegakkan keadilan sosial, pemerataan ekonomi, dan perlindungan kaum lemah. Namun keduanya berpotensi bertentangan bila sosialisme dipahami sebagai ideologi ateistik yang menolak agama dan meniadakan kepemilikan pribadi.

Diskusi kebangsaan ini menjadi upaya JC Kota Depok untuk menghadirkan kembali khazanah pemikiran tokoh bangsa seperti HOS Tjokroaminoto ke ruang publik, sekaligus memberikan perspektif baru tentang relasi Islam dan ideologi sosial-ekonomi di Indonesia.

“Rencananya diskusi kebangsaan oleh JC Depok ini rutin akan kami lakukan sebulan sekali, dengan kemasan diskusi reboan pemikiran para bapak bangsa,”  pungkas Tora.*** (Dulloh)

 

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *