PN. ACEH l — Ketua Peusaba mengaku geram dengan ulah Prof Alyasa Abu Bakar seorang ilmuwan yang tidak begitu terkenal di Aceh, yang mengatakan bahwa Habib Bugak bukan pewakaf Baitul Asyi.
“Ini adalah provokasi murahan dan agenda yang sama beberapa kali dilakukan untuk merebut Wakaf Baitul Asyi sejak masa Soekarno dan Soeharto. Sejak dulu banyak pihak ingin merebut Wakaf Baitul Asyi termasuk BPKH tahun 2018”, tukas Ketua Peusaba Mawardi.
“Saat itu Rakyat Aceh dan Keturunan Habib Bugak menolak. Kemudian sekarang muncul lagi agenda merebut Wakaf Baitul Asyi, sungguh tak punya malu. Bahkan dengan menggandeng grup sejarawan gadungan yang berusaha merubah sejarah Aceh!”, lanjut Ketua Peusaba.
Dengan dalih mengatakan bahwa Ikrar Wakaf bukan Habib Bugak namun Habib Bin Bujak, jadi jika Pemerintah berniat mengambil alih Wakaf Baitul Asyi, keturunan Habib Bugak tidak dapat memprotes.
Ini cara yang sangat licik dan keji, persis seperti agenda Israel di Gaza dan Rafah yang memusnahkan bangsa Palestina dan sejarahnya.
Ikrar wakaf Baitul Asyi zaman Sultan Jauhar Alam Syah Johan Berdaulat Zilullahi Fil Alam (1795-1823 M). Wakaf Baitul Asyi di buat tahun 1809 Hijriah masa, Kesultanan Turki Utsmani yang tinggi sekali kaligrafinya, dan wakaf itu memang sudah dikhususkan hanya untuk Bangsa Aceh.
Peusaba juga memprotes pernyataan Alyasa Abu Bakar kalau Aceh pernah dijajah Belanda. Sumber sejarah menyebutkan Aceh tidak pernah dijajah oleh Belanda, dan itu ditulis oleh Penulis Belanda seperti Paul Van T Veer, dll.
Justru fakta bahwa Aceh tidak pernah mampu dijajah Belanda yang membuat keberadaan Indonesia dapat diakui.
Sehingga menurut ketua Peusaba Ilmu Alyasa Abu Bakar memang sangat minim tentang sejarah Aceh makanya harus banyak belajar dan membaca buku sejarah Aceh kembali.
Ketua Peusaba juga menasehati Prof Alyasa Abu Bakar :”Gata ka tuha gaki ka siblah lam uruek beuloe ibadah bek dok tat le ngen Donya. Ilmee yang ka na neu amalkan bek yak peugah broh-broh Putoh inoe di Aceh (Bapak sudah tua kaki sudah sebelah dalam lubang, banyak ibadah jangan asyik mengejar dunia. Ilmu yang ada diamalkan saja jangan bicara sampah-sampah putus di Aceh)”.***