Bambang SR : Korupsi Kemensos Harus Dihukum Mati

PN.DEPOK l — Budaya penyalah gunaan kekuasaan dan kecenderungan transmisi budaya korupsi akan berdampak pada penderitaan rakyat yang berkepanjangan, khususnya situasi dan kondisi pandemi covid-19 seperti saat ini.

Hal itu pernah disinggung oleh Bambang Slamet Riyadi, dalam bukunya tentang Culture of Abuse of Power di Indonesia, dimana kebenaran dari beberapa teori kriminologi telah teruji dalam tataran empiris di lembaga negara ini.

Bambang juga menjelaskan bahwa para pemburu rente serta oligarki di birokrat, eksekutif maupun legislatif, didasarkan pada moral yang sangat munafik, dalam lembaga negara ini, dimana telah terbentuk dalam suatu sistem sejak rezim kolonial.

“Menurut pendapat sementara saya sebagai akademisi kriminologi dan hukum Universitas Nasional, Jakarta, dan Pendiri Pusat Penelitian & Pengembangan Cendikiawan Indonesia, Jakarta, bahwa KPK yang dibentuk untuk pencegahaan terhadap abuse of power yang merugikan orang banyak dan negara saat ini, belum berhasil dan tindakan pencegahan, karena harus didukung seluruh kompenen bangsa ini, untuk membudayakan rasa malu serta penerapan dari lima sila-sila Pancasila, bukan retorika belaka, atau pencitraan,” ungkap Bambang, panjang lebar. Minggu (6/12/2020).

Sementara Azmi Syahputra, rekan Bambang  yang Ketua Assosiasi Ilmuawan Praktisi Hukum Indinesia menambahkan, bahwa kasus korupsi suap pada bantuan sosial di era bencana covid yang dilakukan Kementerian Sosial yang di OTT Sabtu lalu harus dikenakan hukuman mati sebagaimana aturan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Sangat tepat OTT di moment bencana ini, bila KPK terapkan pada Pasal 2 ayat 2 nya. Karena Pasal 2 ayat 2 UU tipikor ini syaratnya sudah terpenuhi, dimana dilakukan oleh penyelenggara negara atau siapapun ia pada keadaan tertentu, dalam hal ini saat terjadinya bencana nasional sebagaimana Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 yang menetapkan COVID-19 sebagai bencana nasional karena Pandemi covid 19 ini disebut sebagai bencana non alam,” kata Azmi.

Lebih jauh Azmi mengungkapkan, secara yuridis maupun fakta, rangkaian kejahatan ini dilakukan secara sistemik, terorganisir karena uang fee dari paket bantuan sudah diterima berkali kali dan secara sosiologis tindakan Menteri yang begini mencoreng kewibawaan pemerintah, dimana diketahui saat ini pemerintahan sedang dan terus berupaya maksimal dalam Kerja kerasnya yang terukur dan terarah guna melawan penyebaran covid 19, namun dirusak oleh Menteri Sosial dan oknum pegawai serta pengusaha yang bermental maling dan rakus ini.

“Karena ter OTT dan nyata-nyata minta fee untuk keuntungan pribadinya yang diambil dari anggaran untuk paket bantuan sosial padahal paket bantuan ini sangat dibutuhkan masyarakat malah tega dikorupsi, tentu ini melukai hati nurani, dan hukuman yang setimpal adalah hukuman mati,” kata Azmi lagi.

Pernyataan Azmi sejalan dengan Bambang dimana kejahatan yang sudah sistemik hanya dapat dimusnahkan dengan hukuman mati (asas crimina morte extinguntur).

“Ini para gerombolan manusia yang gak ngerti makna cukup, rakus, sadis dan virusnya sudah parah sehingga tidak ada tawaran lagi bagi mereka, karena bahayanya dampak perbuatan pelaku, maka tepatlah bagi mereka diterapkan hukuman mati bagi para pelaku ini,” tegas Bambang.

Selanjutnya Bambang dan Azmi berharap kepada KPK harus semakin terarah, mengembangkan secara objektif dari ketengan saksi dan bukti-bukti dalam penyusunan berita acara pemeriksaan dan dakwaan dengan lebih berani menerapkan hukuman mati.

“Karenanya kalaulah KPK masih menerapkan klausul hukuman berupa tindak pidana suap yang ancamannya masih dengan sanksi badan dan denda maka tidak akan pernah habis para koruptor dan justru semakin tumbuh subur di era covid ini. Karena mereka  bisa berlindung dibalik atas nama kebijakannya,” kata Azmi.

“Sekali lagi moment tepat bagi KPK untuk menegakkan hukuman maksimal dalam tindak pidana korupsi dengan menerapkan hukuman mati,” tegas Bambang mengakhiri.*** (pg)

Loading

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Silakan mengirimkan sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: pajajaranred@gmail.com Terima kasih.